Kamis, 12 Juni 2014

Makalah tentang Iman

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Perkataan iman yang berarti “membenarkan” itu disebutkan dalam Al-Quran, di antaranya dalam Surah At-Taubah ayat 62 yang bermaksud: "Dia (Muhammad) itu membenarkan (mempercayai) kepada Allah dan membenarkan kepada para orang yang beriman." Iman itu ditujukan kepada Allah , kitab kitab dan Rasul. Iman itu ada dua Iman Hak dan Iman Batil.
Definisi Iman berdasarkan hadist merupakan tambatan hati yang diucapkan dan dilakukan merupakan satu kesatuan. Iman memiliki prinsip dasar segala isi hati, ucapan dan perbuatan sama dalam satu keyakinan, maka orang - orang beriman adalah mereka yang di dalam hatinya, disetiap ucapannya dan segala tindakanya sama, maka orang beriman dapat juga disebut dengan orang yang jujur atau orang yang memiliki prinsip. atau juga pandangan dan sikap hidup.
Para imam dan ulama telah mendefinisikan istilah iman ini, antara lain, seperti diucapkan oleh Imam Ali bin Abi Talib: "Iman itu ucapan dengan lidah dan kepercayaan yang benar dengan hati dan perbuatan dengan anggota." Aisyah r.a. berkata: "Iman kepada Allah itu mengakui dengan lisan dan membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota." Imam Al-Ghazali menguraikan makna iman: "Pengakuan dengan lidah (lisan) membenarkan pengakuan itu dengan hati dan mengamalkannya dengan rukun-rukun (anggota-anggota)."
Rumusan masalah
1.      Apakah pengertian dari iman?
2.      Apa sajakah macam-macam iman?
3.      Apa saja yang membuat bertambah dan berkurangnya iman?
4.      Apakah hal-hal yang dapat merusak iman?
BAB II
PEMBAHASAN

Dalam sebuah Hadits diriwayatkan :
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا أَبُو حَيَّانَ التَّيْمِيُّ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَارِزًا يَوْمًا لِلنَّاسِ فَأَتَاهُ جِبْرِيلُ فَقَالَ: مَا الإِيمَانُ قَالَ الإِيمَانُ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَبِلِقَائِهِ وَرُسُلِهِ وَتُؤْمِنَ بِالْبَعْثِ، قَالَ: مَا الإِسْلاَمُ قَالَ: الإِسْلاَمُ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ وَلاَ تُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمَ الصَّلاَةَ وَتُؤَدِّيَ الزَّكَاةَ الْمَفْرُوضَةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ، قَالَ: مَا الإِحْسَانُ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ، قَالَ: مَتَى السَّاعَةُ، قَالَ: مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنْ السَّائِلِ وَسَأُخْبِرُكَ عَنْ أَشْرَاطِهَا: إِذَا وَلَدَتْ الأَمَةُ رَبَّهَا وَإِذَا تَطَاوَلَ رُعَاةُ الإِبِلِ الْبُهْمُ فِي الْبُنْيَانِ، فِي خَمْسٍ لاَ يَعْلَمُهُنَّ إِلاَّ اللَّهُ ثُمَّ تَلاَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ الآيَةَ ثُمَّ أَدْبَرَ فَقَالَ رُدُّوهُ فَلَمْ يَرَوْا شَيْئًا فَقَالَ هَذَا جِبْرِيلُ جَاءَ يُعَلِّمُ النَّاسَ دِينَهُمْ
Artinya :
“Musaddad telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Isma’il ibn Ibrahim telah menceritakan kepada kami, Abu Hayyan al-Taimiy dari Abi Zur’ah telah menyampaikan kepada kami dari Abu Hurairah r.a berkata:
“Pada suatu hari ketika Nabi SAW. sedang duduk bersama sahabat, tiba-tiba datang seorang laki-laki dan bertanya, “apakah iman itu?”. Jawab Nabi SAW.: “iman adalah percaya Allah swt., para malaikat-Nya, kitab-kitabnya, dan pertemuannya dengan Allah, para Rasul-Nya dan percaya pada hari berbangkit dari kubur. ‘Lalu laki-laki itu bertanya lagi, “apakah Islam itu? Jawab Nabi SAW., “Islam ialah menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun, mendirikan shalat, menunaikan zakat yang difardhukan dan berpuasa di bulan Ramadhan.” Lalu laki-laki itu bertanya lagi: “apakah Ihsan itu?” Jawab Nabi SAW., “Ihsan ialah bahwa engkau menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, kalau engkau tidak mampu melihat-Nya, ketahuilah bahwa Allah melihatmu”.
“Lalu laki-laki itu bertanya lagi: “apakah hari kiamat itu? “Nabi SAW. menjawab: “orang yang ditanya tidak lebih mengetahui daripada yang bertanya, tetapi saya memberitahukan kepadamu beberapa syarat (tanda-tanda) akan tibanya hari kiamat, yaitu jika budak sahaya telah melahirkan majikannya, dan jika penggembala onta dan ternak lainnya telah berlomba-lomba membangun gedung-gedung megah. Termasuk lima perkara yang tidak dapat diketahui kecuali oleh Allah, selanjutnya Nabi SAW. membaca ayat: “Sesungguhnya Allah hanya pada sisi-Nya sajalah yang mengetahui hari kiamat”.
“Kemudian orang itu pergi. Lalu Nabi SAW bersabda kepada para sahabat: “antarkanlah orang itu. Akan tetapi para sahabat tidak melihat sedikitpun bekas orang itu. Lalu Nabi SAW.bersabda: “Itu adalah Malaikat Jibril a.s. yang datang untuk mengajarkan agama kepada manusia”. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Turmudzi, Ibnu Majah dan Ahmad bin Hambal).

1.      IMAN
Kata iman berasal dari bahasa arab, yang merupakan masdar dari madli Amana, Yu’minu, Imanan, yang artinya percaya.  Sedangkan menurut hadits pokok yang telah kami paparkan diatas, iman adalah percaya (adanya) Allah SWT, para malaikat-Nya, kitab-kitabnya, dan pertemuannya dengan Allah, para Rasul-Nya serta percaya pada hari bangkit dari kubur.
Pada redaksi lain juga disebutkan, yakni Hadits yang diriwayatkan oleh bukhori muslim, selain yang telah disebutkan pada hadits pokok diatas, ada tambahan mengenai obyek iman, yaitu beriman adanya qadha dan qadar, baik maupun buruk.  Sehingga, dari sinilah para ulama’ menyimpulkan bahwa rukun iman ada enam,  yang mana setiap mu’min wajib mempercayainya untuk menyandang sebuah titel mu’minnya. Yakni :
1)      Iman kepada Allah
2)      Iman kepada malaikat Allah
3)      Iman kepada rasul Allah
4)      Iman kepada kitab-kitab Allah
5)      Iman kepada hari akhir (kiamat)
6)      Iman kepada qadha dan qodar Allah, baik maupun buruk keberadaannya
Banyak sekali hadits yang memuat tentang iman, yang tidak semua disajikan disini, maka hanya diambil sebagian saja, diantaranya :
حدثنا عبد الله بن محمد قال حدثنا أبو عامر العقدي قال حدثنا سليمان بن بلال عن عبد الله بن دينار عن أبي صالح عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم قال  : ( الإيمان بضع وستون شعبة والحياء شعبة من الإيمان )
Artinya :
“Abdullah bin Muhammad telah bercerita kepada kita, seraya berkata; Abu Amir al  Aqdi bercerita kepada kita seraya berkata ; Sulaiman bin Bilal telah bercerita kepada kita dari Abdulloh bin Dinar dari Abu Sholih dari Abu Hurairah ra.  Dari Nabi SAW. Beliau bersabda : “Iman terdiri dari 70 lebih sekian cabang, sedangkan malu termasuk salah satu cabang darinya”.
Hadits tersebut, memberi aba-aba bahwa iman itu banyak sekali cabangnya. Ada lebih dari 70 cabang iman, diantaranya adalah malu. Walau malu kelihatanya sepele, tapi  ternyata banyak  sekali yang tidak bisa melakukannya, tercermin dalam kehidupan keseharian yang terjadi diantara kita. Lebih-lebih malu pada sang kuasa. Karena bila seseorang masih punya malu pada sang pencipta, niscaya tidak akan berani maksiat pada-Nya, apalagi berani meninggalkan perintah. Inilah urgensi tentang malu, banyak yang tahu, tapi tak sedikit yang tak mau tahu, dalam arti tidak mengindahkannya.
حدثنا يعقوب بن إبراهيم قال حدثنا ابن علية عن عبد العزيز بن صهيب عن أنس عن النبي صلى الله عليه و سلم ( ح ) . وحدثنا آدم قال حدثنا شعبة عن قتادة عن أنس قال قال النبي صلى الله عليه و سلم  : ( لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين )
Artinya:
“Ya’kub bin Ibrahim telah bercerita kepada kita, beliau berkata ; Ibnu Ulaiyah bercerita kepada kita, dari Abdul Aziz bin Zuhaib dari Annas dari Nabi SAW, Adam juga bercerita kepada kita, beliau berkata ; telah bercerita kepada kita syu’bah, dari qotadah dari sahabat Annas, beliau berkata ; Nabi SAW. Bersabda : “ tidak (sempurna) iman diantara kamu sehingga aku lebih dicintai baginya melebihi orang tuanya, anaknya, dan manusia sekalian”.
              Hadits tersebut menjelaskan tentang urgensi cinta terhadap nabi, karena termasuk ciri ciri iman seseorang sempurna bila mana dia lebih mencintai nabinya melebihi cintanya terhadap selain tuhan dan nabinya. Bila kita tarik mafhum dari hadits ini, kama orang tidak bisa dikatakan mempunyi iman sempurna sebelum dia mencintai nabinya melebihi segala-galanya.
حدثنا مسدد قال حدثنا يحيى عن شعبة عن قتادة عن أنس رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم وعن حسين المعلم قال عن النبي صلى الله عليه و سلم قال  : ( لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه )
Artinya:
“Musaddad telah menceritakan kepada kita, dia berkata ; telah bercerita kepada kita Yahya, dari syu’bah dari qotadah dari Annas dari Nabi SAW. Dan dari Husain Al Mualim, dia berkata : dari Nabi SAW. Beliau bersabda : “tidak dikatakan (sempurna) iman seorang diantara kalian sehingga mencintai saudara (muslim) nya sebagaimana kecintaannya kepada dirinya”.
 Hadits tersebut, menyinggung tentang kecintaan seseorang terhadap saudara muslimnya, maka tidak dikatakan sempurna iman seseorng mana kala orang tersebut belum bisa mencintai saudara muslimnya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.

حدثنا محمد بن المثنى قال حدثنا عبد الوهاب الثقفي قال حدثنا أيوب عن أبي قلابة عن أنس عن النبي صلى الله عليه و سلم قال ( ثلاث من كن فيه وجد حلاوة الإيمان أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما وأن يحب المرء لا يحبه إلا لله وأن يكره أن يعود في الكفر كما يكره أن يقذف في النار )
Artinya:
“Muhammad bin Mutsanna telah berkata ; telah bercerita kepada kita  Abdul Wahab as tsaqofi, telah bercerita kepada kita Ayyub dari Abi Qolabah dari Annas dari Nabi SAW. Beliau bersabda : “tiga perkara bila mana terdapat diri seseorang akan merasakan manisnya iman : yaitu bila Allah dan rasulnya lebih ia cinta daripada selain keduanya, dan hendaknya ia mencintai orang yang tidak cinta kepadanya kecuali karena Allah semata, dan ia enggan / benci untuk kem bali kepada kekafiran sebagaimana kebenciannya bila di masukkan ke neraka”.
Hadits tersebut membahas tentang bagaimana seseorang dapat merasakan manisnya iman, yakni dengan mencintai Allah dan rasulnya melebihi segalanya,  mencintai seseorang yang mencintainya hanya karena Allah semata, serta hendaknya ia benci untuk kembali kepada kekafiran sebagaimana ia benci bila dimasukan ke neraka.
              Allah SWT telah menjelaskan kepada hamba-Nya hakekat iman yang menyebabkan amal diterima dan janji Allah kepada orang-orang mukmin dapat terealisir.                                                                                                        
Iman adalah keyakinan dan sekaligus amal:                                                                     
Allah SWT berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar”. (QS. Al-Hujurat: 15)
              Dari ayat tersebut dapat dilihat bahwa iman yang diterima dan konsisten adalah keyakinan yangtidak tercampur keraguan – yakni, amal yang terlukis dalam jihad dengan harta dan jiwa di jalan Allah SWT. Sebab, keyakinan dalam hati saja tidak cukup untuk diterimanya iman. Misalnya, iblis memang yakin kepada Allah SWT , sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya. “Iblis berkata: ‘Ya Tuhanku, tangguhkanlah kepadaku sampai hari mereka dibangkitkan”. ( QS. Shadd: 79).
              Kendatipun demikian Allah tetap menilai iblis kafir, karena kesombongannya tidak mau menunaikan amal yang diperintahkan Allah kepadanya. Allah SWT berfirman: “...Kecuali Iblis, ia enggan dan takabur. Ia termasuk golongan orang-orang kafir”. ( QS. Al-Baqarah: 34).
      Jadi, iman yang benar itu adalah iman yang mencakup:
1.    Aqidah yang kokoh yang tidak tercampur debu keraguan
2.    Amal yang merealisasikan aqidah (dalam dada orang yang mengaku beriman), sebagai konsekuensinya.

Amal itu bermacam-macam:
(1)   Amal kalbu. Misalnya, takut kepada Allah; taubat dan tawakal kepada-Nya.
(2)   Amal lisan. Misalnya, mengucapkan dua kalimah syahadah, membaca tasbih dan istighfar kepada Allah.
(3)   Amal anggota tubuh. Misalnya, shalat, zakat, puasa, jihad fii sabilillah, mencari ilmu karena Allah, berdangang, bertani dan bekerja dalam bidang industri dalam rangka merealisasikan perintah Allah untuk menjadi khalifah di bumi demi menerapkan ajaran-ajaran Islam.


2.      MACAM IMAN
Berikut adalah ayat tentang, Iman kepada Allah, malaikat, kitab-Nya, rasul dan hari akhir (kiamat).
Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ ۚ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ
وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya”. (QS. Annisa: 136)
Ayat tentang, Iman kepada qadha dan qadar;
Allah SWT berfirman:
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ
Artinya:
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (QS. Al-Qamar: 49)

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
Artinya:
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”.( QS. Alkhadiid: 22) 

1)      Iman kepada Allah
Yang dimaksud dengan iman kepada Allah ialah percaya sepenuhnya, tanpa keraguan sedikitpun, akan adanya Allah SWT Yang Maha Esa dan Maha Sempurna, baik zat, sifat, maupun af’al (perbuatan)-Nya. Kemudian mengkuti sepenuhnya bimbingan Allah dan Rasul-Nya serta melaksanakan perintah dan menjauhi Larangan-Nya dengan penuh keikhlasan.
Keimanan seseorang kepada Allah ini sangat berpengaruh terhadap hidup dan kehidupannya, antara lain :
a. Ketakwaannya akan selalu meningkat.
b. Kekuatan batin, ketabahan, keberanian, dan harga dirinya akan timbul karena ia hanya mengabdi kepada Allah dan meminta pertolongan kepada-Nya. Tidak kepada yang lain.
c. Rasa aman, damai, dan tentram akan bersemi dalam jiwanya karena ia telah menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT.
2)      Iman kepada Malaikat
Iman kepada malaikat mengandung arti bahwa seseorang percaya sepenuhnya bahwa Allah mempunyani sejenis makhluk yang disebut malaikat, makhluk mulia yang tidak pernah durhaka kepada Tuhan dan senantiasa taat menjalankan tugas dan kewajibannya.
Keimanan kepada malaikat membawa pengaruh positif bagi seseorang, antara lain ia akan selalu berhati-hati dalam setiap perkataan dan perbuatan sebab malaikat selalu berada di dekatnya, merekam apa yang ia katakana dan ia perbuat itu.
3)      Iman kepada Kitab-kitab Allah
Beriman kepada kitab-kitab Allah ialah mempercayai bahwa Allah menurunkan beberapa kitab kepada Rasul untuk menjadi pegangan dan pedoman hidup bagi manusia dalam mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para Rasul itu cukup banyak, namun yang secara jelas disebutkan di dalam Al-Quran hanya empat : Taurat, Zabur, Injil, dan Al-Qur’an. Masing-masing kitab tersebut diturunkan kepada Nabi Musa, Daud, Isa, dan Muhammad.
Pengaruh-pengaruh keimanan kepada kitab-kitab Allah terhadap seseorang antara lain :
a. Mendidik toleransi terhadap pemeluk agama lain.
b. Memberikan keyakinan yang penuh bahwa al-Qur’an adalah kitab suci yang paling lengkap dan sempurna, lebih baik dari kitab-kitab suci lainnya, karena ia diturunkan kemudian dan merupakan kitab suci terakhir dari Allah SWT.

4)      Iman kepada Rasul
Pengertiannya beriman kepada nabi dan rasul ialah keyakinan dan kepercayaan bahwa Allah telah memilih beberapa orang di antara manusia, memberikan wahyu kepada mereka, dan menjadikan mereka sebagai utusan (rasul) untuk membimbing manusia ke jalan yang benar.
Para ulama biasanya membedakan antara nabi dan rasul. Nabi adalah seseorang yang menerima wahyu untuk dirinya sendiri tanpa kewajiban menyampaikan wahyu itu kepada umat. Sedangkan rasul adalah seseorang yang menerima wahyu dari Tuhan untuk dirinya dan untuk orang lain (umat). Rasul dibebani tugas menyampaikan wahyu tersebut kepada kaum dan umatnya. Jumlah nabi/ rasul yang dicantumkan Allah di dalam Al-Qur’an adalah 25 orang.
Dampak positif dari beriman kepada nabi dan rasul ini antara lain :
a. Menebalkan rasa toleransi beragama.
b. Memberi keyakinan bahwa misi para rasul adalah untuk membahagiakan umat manusia, baik di dunia maupun di akhirat.
c. Mempertebal keimanan dan kecintaan kepada Allah SWT sebab Allah dengan penuh cinta dan kasih-Nya selalu mengutus rasul untuk membimbing umat manusia agar mereka tidak tersesat dan dapat mencapai kebahagiaan hidup.

5)      Iman kepada Hari Kiamat.
Yang dimaksud dengan hari kiamat (hari akhir) ialah hari kehancuran alam semesta. Segala yang ada di dunia ini akan musnah dan semua makhluk hidup akan mati. Selanjutnya alam berganti dengan yang baru disebut dengan alam akhirat.
Hal-hal yang berhubungan dengan hari kiamat ini antara lain adalah al-ba’ts (kebangkitan dari kubur), hisab (perhitungan amal baik dan buruk manusia yang dilakukan selama ia berada di dunia), al-shirath (jalan yang terbentang di atas punggung neraka), surga, dan neraka.
Keimanan kepada hari kiamat memberikan pengaruh positif bagi kehidupan manusia :
a. Manusia akan senantiasa menjaga dan memelihara diri dari melakukan perbuatan dosa dan maksiat dan akan selalu taat dan bakti kepada Tuhan karena segala amal, baik atau buruk akan ada balasannya di hari akhirat.
b. Manusia akan sabar dalam menghadapi segala cobaan dan penderitaan hidup karena ia yakin bahwa kesenangan dan kebahagiaan hidup yang sesungguhnya adalah di akhirat nanti.
c. Manusia memiliki tujuan yang jelas yang ingin dicapai dalam setiap gerak dan tindakan yang dilakukannya, yaitu kebijakan yang dapat membawanya kepada kebahagiaan hidup di akhirat.
6)      Iman kepada Qadha dan Qadar

Beriman kepada qadha dan qadar berarti seseorang mempercayai dan meyakini bahwa Allah SWT telah menjadikan segala makhluk dengan kudrat dan iradat-Nya dan dengan segala hikmahnya. Qadha artinya ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah SWT dalam alam semesta. Misalnya, bulan mengedari bumi, api sifatnya membakar, dan benda tajam sifatnya melukai. Sedangkan qadar berarti sesuatu yang belum ditetapkan benar-benar, tetapi jika diqadhakan barulah ia menjadi kenyataan.
Iman kepada qadha dan qadar atau sering pula disebut iman kepada takdir sama sekali tidak dimaksudkan untuk menjadikan manusia lemah, pasif, statis, dan apatis; manusia yang menyerah tanpa usaha. Iman kepada takdir, bahkan, mengharuskan manusia bangkit dan berusaha keras untuk mencapai takdir yang sesuai dengan kehendak yang diinginkan.
Manfaat langsung yang dapat dirasakan oleh yang beriman kepada qadha dan qadar antara lain :
a. Mendorong lahirnya keberanian dalam menegakkan kebenaran.
b. Menimbulkan ketenangan jiwa dan pikiran, tidak putus asa dalam menghadapi setiap persoalan, dan selalu tawakal kepada Allah SWT.
c. Inti ajaran islam itu adalah tauhid dan lebih dalam lagi adalah pengakuan yang bulat bahwa Tuhan adalah Allah kemudian berpegang teguh (istiqamah) terhadap pengakuan itu.


3.      SEBAB BERTAMBAH DAN BERKURANGNYA IMAN
        Ada sebab-sebab tertentu yang menguatkan iman sehingga iman itu bertambah. Allah SWT berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu, adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya), dan kepada Rabb-lah mereka bertawakal”. (QS.Al-Anfal: 2)
              Sebaliknya, ada pula sebab-sebab tertentu berkurangnya iman, karena maksiat, yang memperlemah iman. Misalnya, Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah seseorang melakukan zina selagi ia beriman”. (Al-Hadist).
              Jika kita berhasil dalam merealisasikan iman, maka kita harus menegakkannya;
1)      Sebagai perwujudan yang kokoh dalam kalbu melalui jalur ilmu.
2)      Sebagai amal dalam kalbu: melalui dzikir dan tafakkur, khususnya menganalisa ayat-ayat Allah, baik yang bersifat kealaman (kauniyah) dan Qur’aniyah, baik janji maupun ancaman.
3)      Sebagai pernyataan melalui lisan: dengan cara banyak berdzikir, berkata benar, berdakwah, amar ma’ruf nahi munkar, belajar ilmu sekaligus mengajarkannya, berwasiat untuk kebenaran dan sabar.
4)      Sebagai amalan dengan anggota tubuh, dengan cara mengerjakaan rukun-rukun Islam, jihad fii sabilillah baik dengan harta maupun jiwa, berjihad menaklukan diri sendiri guna melaksanakan perintah-perintah Allah. Juga berteman dengan orang-orang shaleh-shalehah.
Allah SWT berfirman:
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا.  وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُ
Artinya:
“Dan bersabarlah kamu, bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabb-nya di pagi dan senja hari, dengan mengharap keredhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka, (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang, yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. Dan katakanlah: ‘Kebenaran itu datangnya dari Rabb-mu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. (QS.Al-Kahfi: 28-29).
              Semuanya, secara primer, membutuhkan pembenahan an pembersihan kalbu dari penyakit-penyakit yang menyimpang dari petunjuk Al-Huda.

Ilmu Sebagai Jalan Iman
Kalau manusia ingin memiliki iman yang benar, maka ia harus berilmu.
            Allah SWT berfirman:
أَفَمَنْ يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُو أَعْمَىٰ ۚ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
Artinya:
“Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran”. (QS. Ar-Ra’ad: 19)
Sebab, iman yang didapat dan dipertahankan dengan jalan mengekor kepada orang lain akan segera goncang justru di awal menghadapi cobaan dan serangan. Allah SWT berfirman:
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ ۗ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
Artinya:
“(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (QS. Az-Zumar: 9)
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَىٰ حَرْفٍ ۖ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ ۖ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَىٰ وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ
Artinya:
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (QS. Al-Hajj: 11)
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
Artinya:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS. Ali Imran: 190)

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Artinya:
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
رَبَّنَا إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
Artinya:
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya barang siapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang dzalim seorang penolong pun”. (QS. Ali Imran: 192)

4.      BEBERAPA HAL YANG MERUSAK IMAN

1)      Kufur Takdzib
Merupakan keyakinan yang mendustakan Rasulullah SAW tentang salah satu prinsip yang disampaikannya.
Allah SWT berfirman:
وَإِنْ يُكَذِّبُوكَ فَقَدْ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ وَبِالزُّبُرِ وَبِالْكِتَابِ الْمُنِيرِ . ثُمَّ أَخَذْتُ الَّذِينَ كَفَرُوا فَكَيْفَ كَانَ نَكِيرِ
Artinya:
“Dan jika mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka, (juga) telah mendustakan (Rasul-rasul-Nya); kepada mereka telah datang rasul-rasul-Nya, dengan membawa mu'jizat yang nyata, zubur, dan kitab yang memberikan penjelasan yang sempurna. Kemudian Aku azab orang-orang yang kafir; maka (lihatlah) bagaimana (hebatnya) akibat kemurkaan-Ku”. (QS. Fathir: 25-26)
2)      Kufur Iba’ dan Istikbari
Seperti kufurnya Iblis, karena ia menyangkal perintah Allah SWT, tidak menolaknya dengan kemungkaran, tetapi ia enerimanya dengan penyangkalan dan kesombongannya. Ia seperti orang yang mengetahui bahwa agama Islam adalah agama yang benar, yang lain di tolak oleh Allah SWT, yang menjamin kemaslahatan dunia dan akhiratnya tetapi kemudian ia meninggalkannya dan menerima agama atau aliran ciptaan manusia.
Allah SWT berfirman:
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلائِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِين
Artinya:
“Dan (ingatlah), ketika Kami berfirman kepada para Malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka, kecuali iblis; ia enggan dan takabur, dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir”. (QS. Al-Baqarah: 34)
3)      Kufur Iradl
Menghindari ketentua yang datang dari Rasulullah SAW. Ia tidak membenarkan maupun mendustakannya, tetapi menjauhinya.
Allah SWT berfirman:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ مُنْتَقِمُونَ
Artinya:
“Dan siapakah yang lebih zalim, daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Rabb-nya, kemudian ia berpaling darinya. Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa”. (QS. As-Sajdah: 22)
4)      Syirik
Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan sesungguhnya, telah diwahyukan kepadamu, dan kepada (Nabi-nabi) sebelummu: ‘Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan dihapus amalmu, dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi”. (QS. Az-Zumar ayat 65)
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
Artinya:
“Sesungguhnya, Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain daripada (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (QS. An-Nisa: 48)
Beriman kepada Allah SWT, tetapi ia mempercayai adanya kekuasaan selain Allah SWT yang menguasai makhluk, kehidupan, kematian, penderitaan dan keberuntungan atas diri segenap makhluk ini.
Syirik tersebut seperti yang dilakukan oleh Nasrani dan Majusi. Orang Nasrani percaya Allah tiga – Mahasuci Allah dari apa yang mereka katakan – orang Majusi percaya Allah dua – Mahasuci Allah dari apa yang mereka katakan.
Allah SWT berfirman:
 الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا
Artinya:
“Yang kepunyaan-Nya lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya”. (QS. Al-Furqon: 2)
 فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۗوَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ
Artinya:
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu'min, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu”. (QS. Muhammad: 19)
Termasuk di dalam keimanan pula adalah bertaubat kepada Allah SWT, inabah kepada-Nya, dan kembali kepada -Nya. Bahkan hal ini merupakan sesuatu yang dicintai oleh Allah SWT untuk dilakukan oleh hamba-hamba-Nya. Allah SWT membuka pintu taubat dan inabah untuk mereka.
Allah SWT berfirman:
 قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Artinya:
“Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah melampaui batas kepada dirinya sendiri: Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni semua jenis dosa. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Az-Zumar: 53)
Orang Islam dituntut agar mengikat diri dengan perintah dan larangan Allah SWT. Ini jelas dalam firman Allah Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri (Pemerintah) di antara kamu (kalian)”. ( QS. An-Nisa: 59)

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya:
“Dan yang telah disampaikan Rasul kepada kalian terimalah, dan yang dilarang tinggalkanlah, takutlah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Dahsyat hukuman-Nya”. ( QS. Al-Hasyr: 7)
Tidaklah Allah SWT mengutus para Rasul melainkan supaya ajaran beliau dijadikan satu-satunya ajaran, dan hukum beliau dijadikan satu-nya hukum.
Allah Yang Maha Besar, Maha Mulia lagi Maha Tinggi telah berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا ٦٤ فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ٦٥
Artinya:
“Dan Aku tidak mengutus seorang Rasul pun melainkan agar ditaati dengan izin Allah. Sesungguhnya kalau mereka, ketika menganiaya diri mereka (dengan berhakim kepada selain Rasulullah) itu datang kepadamu, lalu mohon ampun kepada Allah dan Rasul pun memohonkan ampun bagi mereka, tentulah mereka mendapatkan Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Maka demi Tuhanmu, mereka (hakikatnya) tidaklah beriman sampai mereka suka menjadikanmu sebagai hakim atas perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak mendapat keberatan dalam jiwa mereka terhadap yang telah kau putuskan dan mereka menerima dengan sepenuh hati mereka”. ( QS. An-Nisa: 64-65)
Dua ayat tersebut mengandung dua kenyataan yang jelas dan tegas yaitu:
Kenyataan Pertama: Bahwa Allah SWT telah mengutus para Rasul hanyalah agar ditaati manusia semua ajaran yang mereka sampaikan, dan agar manusia mengajarkan segenap perintah mereka serta tidak mendurhakai mereka, sedangkan mereka telah membawa syari’at yang lapang berisi perintah-perintah yang kesemuanya untuk kebaikan itu. Larangan-larangan yang kita tinggalkan akan mendapat kebajikan. Dari segi manfaat bagi kita, wajiblah kita melaksanakan syari’at tersebut.
Kenyataan Kedua: Bahwa pintu rahmat Allah SWT senantiasa terbuka. Dia Yang Maha Suci selalu bersedia memaafkan segala kesalahan dan mengampuni dosa, sebagai anugerah-Nya bagi orang yang mau menghadap kepada-Nya dengan bertaubat dan mohon ampunan. Kalau kita lalai menunaikan hak Allah, kewajiban kita tidak lain adalah kembali ke jalan yang benar dan bertaubat kepada-Nya dengan hati yang tulus ikhlas. Karena Dia Yang Maha Suci lagi Maha Luhur sajalah Yang memiliki kelapangan dan ampunan, karena Dia telah berfirman:
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ  وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ
Artinya:

“Katakanlah: “Hai para hamba-Ku yang telah melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian putus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa seluruhnya, sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Kembalilah ke jalan Tuhan kalian, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang siksa kepada kalian lalu kalian tidak tertolong lagi. Ikutilah sebaik-baik ajaran yang diturunkan kepada kalian dari Tuhan kalian sebelum datang siksa kepada kalian dengan mendadak, sedangkan kalian tidak menyadarinya”. ( QS. Az-Zumar: 53-55)

            Kenyataan Ketiga: Bahwa ketetapan nash Al-Qur’an Al-Karim yang dikuatkan dengan sumpah sebagai fondasi iman adalah: Penerimaan hukum Allah SWT dan pelaksanaan syari’at-Nya. Sesungguhnya manusia tidak dianggap sebagai orang beriman yang benar kecuali kalau mereka menghadapi masalah yang timbul di antara mereka, mau menjadikan syari’at Allah SWT yang disampaikan Rasul-Nya sebagai rujukan, sebagai hakim, dan menerima hukum-hukum syara’ dengan rela, patuh, dan tunduk.



DAFTAR PUSTAKA

Al-Jami’, Muhammad Amman Ibn Ali, Nawwal Binti Abdullah dan Sayyidah I’tisham Ahmad Ash-Sharraf. 1994. Muslimah Di Bawah Payung Iman. Solo: Pustaka Mantiq.
Az-Zandany, Abdul Majid dkk. 1997. Al-Iman. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Azzindani, Abdul Majid Aziz. 1996. Jalan Menuju Iman. Jakarta: Gema Insani Press.
http://Makalah“Hadits-tentang-Iman,Islam-dan-Ihsan”LenteraKalbu
http://Wikipedia-bahasa-Indonesia,ensiklopedia-bebas
Pokja Akademik. 2005. Tauhid. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga.